Anakyang Tersisih Karena Miskin - Sebuah Cerpen Anak yang Tersisih Karena Miskin - Sebuah Cerpen ANAK YANG TERSISIH KARENA MISKIN • Sebuah Cerpen Tentang : Nasib Saudara yang Miskin dan Bagaimana Ia Disisihkan• Kalo dah baca yg beginian pasti bikin mewek "Yayah nanti lusa kemari. Orang-orang Jakarta mau pada pulang."

Cerita sedih keluarga yang miskin adalah cerita pendek sedih tentang keluarga yang kehidupannya tidak beruntung ditulis dalam bentuk cerita mini cermin.Dalam kisa tentang keluarga miskin yang dipublikasikan blog fiksi menceritakan tentang seorang ibu yang pergi mencari makan, namun setelah pulang ke rumah anaknya lebih jelasnya cerita keluarga sedih disimak saja cermin berjudul redup, dibawah Redup Athor Azizah Zee"Bang, jaga adik ya. Emak mau keluar cari makanan dulu," kataku pada sulung seraya meraba dahi di mengangguk perlahan, seraya membetulkan letak selimut dengan datangnya gemuruh petir, aku segera beranjak dari gelungan selimut lusuh. Tak kuhiraukan titik air yang lantas turun berkejaran dengan kubangan air menjil^t kakiku di tiap jengkalnya. Tak ada sanak saudara yang sudi peduli. Sepertinya aku harus mencari segala tikungan jalan depan, tampak beberapa gerobak makanan berjajar. Betapa perutku perih."Bang, apakah saya boleh mencuci piring di sini? Saya sangat membutuhkan makanan untuk anak di rumah yang sedang sakit."Aku mendatangi gerobak nasi goreng paling Abang memandangiku dari atas hingga bawah."Tidak ada piring kotor, Neng. Maaf, ya," mendatangi gerobak kedua, jawaban yang kuterima sama. Gerobak ketiga, hingga gerobak terakhir. Mereka juga sedang menunggu pembeli sampai larut yang melekat di badan basah kuyup. Menggigil. Kuraba perut, makin perih dua jam berjalan, tak jua kutemui makanan. Baiknya aku pulang dulu menengok anak-anak. Aku khawatir bocor atap rumah semakin membuat mereka kedinginan, terlebih semenjak pagi hanya sepotong singkong masuk ke perut depan pintu rumah, kudengar suara tangisan yang menyayat. Suara tangisan siapa itu? Apakah karena sangat lapar, sampai mereka menangis seperti itu?Kubuka pintu perlahan, agar tidak membangunkan si bungsu yang sedang sakit. Aku terpaku mendapati si sulung si bungsu masih terpejam, sama seperti saat aku meninggalkan mereka. Ingin mendekat, entah mengapa aku takut. Sulung terus saja mengguncang tubuh adiknya. Aku Sudut, 13 Agustus 2021
PerihalOrang Miskin yang Bahagia. Cerpen Agus Noor. 1. "AKU sudah resmi jadi orang miskin," katanya, sambil memperlihatkan Kartu Tanda Miskin, yang baru diperolehnya dari kelurahan. "Lega rasanya, karena setelah bertahun-tahun hidup miskin, akhirnya mendapat pengakuan juga.". Kartu Tanda Miskin itu masih bersih, licin, dan mengkilat
Kehidupan Si Miskin Hello Readers! Kali ini, saya akan bercerita tentang kehidupan seorang yang sering dijuluki sebagai si miskin. Siapa sangka, di balik kesederhanaan hidupnya, ada banyak kisah inspiratif yang bisa kita ambil miskin adalah seorang pria yang hidup di sebuah desa kecil di pinggiran kota. Dia tidak memiliki pekerjaan tetap dan hanya mengandalkan hasil panen dari lahan sawah yang dia miliki. Meskipun kehidupannya tidak seberapa, dia selalu bersyukur atas apa yang dimilikinya. Kebersamaan Keluarga Si Miskin Meskipun hidup dalam kesederhanaan, si miskin selalu merasa bahagia karena memiliki keluarga yang selalu bersama-sama. Setiap malam, mereka berkumpul di bawah tenda untuk makan malam bersama. Meskipun makanan yang disajikan tidak selalu cukup, mereka tetap merasa puas dan bersyukur atas apa yang ada. Kejujuran Si Miskin Si miskin dikenal sebagai orang yang jujur dan tidak pernah berbohong. Ketika ada tetangganya yang meninggalkan uang di jalan, si miskin selalu mengembalikannya ke pemiliknya. Meskipun hidup dalam kesulitan, ia tidak pernah mengambil barang milik orang lain. Keikhlasan Si Miskin Di suatu hari, si miskin diberi sejumlah uang oleh seorang teman. Namun, uang tersebut ternyata sudah rusak dan tidak dapat digunakan lagi. Si miskin dengan ikhlas mengembalikan uang tersebut dan berkata bahwa dia tidak bisa menerima uang yang tidak bisa digunakan. Keberanian Si Miskin Suatu hari, sebuah banjir besar melanda desa tempat tinggal si miskin. Air yang naik dengan cepat mengancam keselamatan keluarganya. Tanpa ragu-ragu, si miskin memimpin keluarganya serta tetangganya untuk mencari tempat yang lebih tinggi dan aman. Karena keberaniannya, mereka berhasil selamat dari bencana banjir tersebut. Ketabahan Si Miskin Meskipun hidup dalam kesulitan, si miskin tidak pernah menyerah dan selalu berusaha untuk mencari jalan keluar dari masalahnya. Dia selalu berpikir positif dan percaya bahwa ada jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapinya. Kesimpulan Dari cerita si miskin, kita bisa belajar banyak tentang arti kehidupan. Bahwa tidak selalu kekayaan yang membuat kita bahagia, tetapi kebersamaan, keikhlasan, kejujuran, keberanian, dan ketabahan adalah hal-hal yang lebih penting. Kita juga harus selalu bersyukur atas apa yang dimiliki dan tidak pernah menyerah dalam menghadapi jumpa kembali di artikel menarik lainnya, Readers!

Novelbercerita tentang seorang tokoh sedang cerpen bercerita tentang pengalaman hidup. Cerpen bercerita tidak sampai menimbulkan perubahan nasib, sementara novel sebaliknya. Khalil Gibran dilahirkan dalam lingkungan sebuah keluarga miskin pada 6 Desember 1883 di Bisharri, sebuah kota kecil di Libanon Utara yang terletak di kaki gunung yang

Cerpen dengan genre romantis dan komedi ini menceritakan pasangan kekasih yang saling salah sangka. Dengan latar anak-anak kampus dan kehidupan antara yang miskin dan yang kaya. Serta momen masalah kekinian mengenai viral di media sosial. Di bagi dalam beberapa bagian cerita untuk memisahkan momen-momen yang menarik. Tertarik dengan ceritanya, silahkan dibaca dan semoga cerita ini Pura-Pura Miskin Padahal Miskin BeneranGenre Romantis dan KomediJumlah Episode 6Pengarang JS InisialProduksi 12 Mei 2021Perkenalan Tokoh-tokohCewek Matre yang hobi salah sangka Ema.Cowok yang disangka pura-pura miskin Raki.Sahabat Ema yang suka bikin Ema kesal Sani.Cowok yang sebenarnya kaya Arka.Pelayan Arka yang dituduh pelayan Raki Dila.Tukang Buli yang gak tau apa-apa dan kena penyakit mematung angkut Boni.Nama lengkap Jelek Gak Apa-Apa Yang Penting Banyak Duitnya / panggilan dulu Jelek / panggilan sekarang Lek Mahasiswa korban nama pemberian orang tua yang ingin anaknya terkenal dan viral, yang jadi anak buah Boni biar gak ada yang berani ngeledek dirinya.PrologPercakapan sesama perempuan."Kamu tadi diajak kenalan sama cowok yang kelihatan lusuh itu?""Iya, dia terlihat miskin gak cocok sama aku.""Tadi aku lihat dia turun dari mobil mewah. Bisa jadi dia sebenarnya kaya. Tapi pura-pura miskin buat dapetin cewek yang gak mata duitan.""Serius kamu, mana tuh cowok itu sekarang. Aku mau kenalan sama dia."Sementara itu cowok yang dibicarakan sedang berada di sisi lain di dekat mobil mewah. Di dalam mobil mewah terlihat seorang cowok dengan pakaian rapi. Mereka saling berpakaian lusuh bertanya, "Apa tidak masalah, kamu antar dan jemput aku ke kampus?"Si cowok berpakaian rapi itu menjawab, "Tidak apa, karena aku nabrak gubuk kamu sampai ambruk. Jadi anggap ini permintaan maafku.""Itu bukan gubuk, tapi rumahku."Dari jarak yang cukup jauh. Para perempuan tadi mengintip. Meskipun suara para cowok gak kedengaran, tapi para perempuan mencoba menebak-nebak."Benerkan, tuh cowok yang terlihat miskin, dijemput pakai mobil mewah sama supirnya.""Iya, tapi mungkin si mobil mewah cuma nawarin tumpangan."Tiba-tiba terlihat cowok yang menggunakan mobil mewah keluar dan membukakan pintu mobil, lalu cowok terlihat miskin itu para cewek pun heboh, "Lihat tuh, masa pemilik mobil mewah membukakan pintu cuma buat berikan tumpangan. Sudah pasti yang bukakan pintu itu, supirnya.""Masuk akal. Aku setuju sama kamu. Besok, nanti saat dia masuk kuliah lagi, aku akan temuin dia."Sedangkan di dalam mobil, cowok yang dikira pura-pura miskin itu terlihat berbincang dengan pemilik mobil mewah."Maaf ya, aku gak pernah naik mobil, jadi gak tahu cara membukanya. Meskipun pagi tadi sudah kamu kasih tahu.""Gak apa-apa. Biar aku aja yang bukakan pintu mobil setiap kamu mau naik atau turun." Episode 1 Di sisi kampus yang sepi, para cewek sedang mengintip, "Lihat Ema, yang ngajak kamu kenalan kemaren. Diantar lagi hari ini pakai mobil mewah di jalanan yang sepi. Pasti biar gak ketahuan dan tujuannya pura-pura miskin bisa terus dilanjutkan.""Kamu benar Sani, hari ini aku harus dekati dia, karena kemaren aku gak tahu dia sebenarnya kaya, jadi aku tolak saat dia ajak aku kenalan."Sementara itu, si pemilik mobil membukakan pintu untuk cowok yang sedang dibicarakan para cewek."Jadi merepotkan kamu, Arka. Gara-gara aku miskin jadi gak tahu cara buka pintu mobil sendiri.""Gak apa-apa Raki. Tapi kok kamu terlihat tidak sehat.""Biasalah, penyakit orang miskin kayak aku, kelaparan.""Astaga, nanti kalau kamu mati kelaparan, gimana aku nebus kesalahan aku ke kamu. Pasti gara-gara gubukmu aku tabrak sampai ambruk, makanan di dalam jadi gak bisa di makan.""Tidak apa-apa kawan, aku sudah berpengalaman menahan lapar, ibaratnya level kemiskinanku sudah cukup tinggi.""Tidak bisa begitu, nanti aku suruh pelayanku namanya Dila, buat antar makanan ke kamu."Saat Raki yang sebenarnya miskin ini mau berjalan ke arah pintu masuk kampus. Ema dan Sani segera kabur, "Ayo cepat menjauh. Cowok yang pura-pura miskin itu nanti tahu, kita sudah mengetahui rahasianya."Jam perkulihan sudah mau mulai tapi Raki belagak misterius sambil celengak celinguk di depan pagar dan Sani masih dengan kebiasaan buruknya suka mengintip cewek berpakaian pelayan datang, menghampiri Raki dan memberikan kotak itu langsung dikomentari Sani yang memantau dari jauh, "Tuh kan, sampai pelayannya saja nganterin dia makan. Kebiasaan orang kaya khawatir makanan di luar tidak sehat, sulit dihilangkan."Dibalas oleh Ema, "Benar, dia cemas ada yang lihat pelayanannya datang. Takut rencananya pura-pura miskin ketahuan. Makanya celengak celenguk gitu."Sedangkan Raki yang terlihat cemas sambil celengak celenguk, "Kamu kok datangnya lambat. Lihat teman-teman sekelasku sudah gak ada lagi berkeliaran. Pasti udah di kelas karena jam kuliah sudah mau mulai.""Maaf, Dila tadi kejebak macet."Di kampus saat perkuliahan selesai. Raki ke kantin dan membuka bekalnya. Kesempatan itu dimanfaatkan Ema untuk duduk di depannya."Hei, kamu kan ngajak aku kenalan kemaren? Maaf aku abaikan karena aku lagi buru-buru. Sekarang aku punya waktu luang. Namaku, Ema. Kalau kamu?" Ucap Ema sambil mengarahkan telapak tangannya ke gemetaran Raki menyambut tangan Ema dan mereka salaman, "Na na ma ku Ra ki..."Kemudian mereka berbincang. Ema yang duluan bicara, "Emmm, kamu bawa makanan sendiri. Apa takut makanan di kantin kurang bersih."Dan Raki jawab, "Aku gak punya uang buat beli makanan di kantin, jadi bawa sendiri."Dalam hati Ema tertawa, 'Hahaha, dasar cowok kaya, masih aja pura-pura miskin. Ok jika kamu ingin cari cewek yang gak matre aku ladenin.'Kemudian Ema bilang, "Oh gitu, tidak masalah. Aku tipe cewek yang gak mandang cowok miskin atau kaya."Dan Raki terlihat sangat kagum, "Sungguh cewek cantik dan tulus kayak kamu itu sangat langka."Ema tersenyum puas. Episode 2 Setelah dari Kantin, Raki masuk duluan ke kelas, suasana di dalam kampus Kampus kemudian heboh, Raki dibuli oleh Mahasiswa lain karena pakaiannya kumal, "Hei kamu orang miskin, sebaiknya jangan kuliah di sini, malu-maluin Kampus saja."Tiba-tiba Pemilik Kampus datang, "Kamu Raki kan?, Kampus ini mendapatkan donasi besar. Ayo ikut saya, mau memperkenalkan kamu ke Dosen lainnya."Lalu Pemilik Kampus menyapa Mahasiswa tukang Buli, "Ngapain kamu di sini, Boni? Jangan bilang kamu tadi lagi Buli Raki!""Ti ti dak." Jawabnya dengan wajah merah. Sambil meneguk liur, dia lalu kabur karena di dalam ruangan Dosen, terlihat seseorang menunggu. Raki langsung mengenalinya, "Dila, ngapain kamu ke sini?"Dila langsung menghampirinya, "Aku kuliah di sini. Bos Arka takut nanti kamu dibuli, lalu kamu stres, kemudian mengakhiri cerita hidupmu. Bikin Bos gak bisa menebus kesalahannya ke kamu. Telah tabrak gubukmu sampai roboh karena gak sengaja."Raki pun kesal, "Itu bukan gubuk, tapi rumahku."Pemilik Kampus terlihat heran, "Percakapan kalian sama sekali tidak mesra. Apa Raki bukan kekasihmu, Dila?"Dila tersenyum, "Bukanlah, dia cuma orang yang dibantu oleh Bosku."Pemilik Kampus kaget, "Oh gitu, saya kira Raki adalah kekasihmu jadi kamu yang telah donasi ke kampus ini, meminta dipanggilkan Raki. berarti Raki tidak kaya, cuma penerima bantuan dan bukan orang penting."Dila agak kebingungan dengan penjelasan Pemilik Kampus, lalu berucap, "Bisa dibilang begitu. Aku cuma nyampaikan itu saja ke Raki, aku juga kuliah di sini. Tapi yang donasi bukan aku tapi Bos aku, tuan Arka."Lalu pemilik Kampus langsung mengusir Raki, "Kalau begitu aku gak jadi kenalin kamu sama dosen lainnya. Kamu bisa pergi dari ruangan ini, karena urusanmu sama Dila sudah selesai."Namun diluar sana berbanding terbalik, kabar Raki mendonasikan sejumlah uang ke kampus tersebar. Bahkan sampai ke telinga Ema dan Sani."Kamu tahu Ema, berita heboh di kampus, Raki telah mendonasikan banyak uang ke kampus ini. Dia beneran orang tajir."Dan saat bersamaan. Pengumuman dengan pengeras suara terdengar, "Raki bukan pendonasi ke kampus ini. Sekian dan terima kasih."Sani pun kaget, "Yah, ternyata itu cuma hoax."Ema tertawa, "Ha ha ha, masa kamu gak nyadar. Itu cuma akal-akalan Raki. Merahasiakan dirinya sebagai pendonasi. Padahal sebenarnya iya. Karena dia kan lagi pura-pura miskin buat deketin cewek tulus kayak aku yang gak matre."Tiba-tiba ada sesuatu yang heboh lagi di lapangan Kampus. Raki kembali dibuli oleh Boni, "Ternyata kamu jago juga berbohongnya biar lolos dariku. Kali ini tidak akan lolos. Kamu akan kena pukulanku setiap hari sampai kamu memilih ke luar dari kampus ini."Sani terlihat cemas, "Lihat Ema, Raki yang pura-pura miskin itu mau dihajar sama Boni. Ayo kita tolong."Ema menahan Sani, "Jangan dulu..."Dan saat Boni mau mukul Roki. Tiba-tiba Dila muncul dan berdiri dihadapan Boni, "Mau apa kau?"Boni tercengang, kaget dan juga sekaligus terpesona dengan kecantikan Dila."Kamu mahasiswi baru?""Iya, emang kenapa? Mau buli aku juga karena aku baru.""Mana mungkin aku Buli cewek secantik kamu. Aku cuma mau mengusir Raki yang akan merusak pemandangan kampus kita.""Aku tidak memaafkanmu jika mukul Raki."Membuat Boni itu di jarak yang tidak terlalu jauh. Sani terlihat cemas, "Wah, kamu punya saingan, Ema. Ada cewek lain yang kayaknya juga menyadari Raki pura-pura miskin. Jadi belaga sok pahlawan gitu."Ema kembali tersenyum, "Kamu gak sadar Sani. Cewek itu mirip sama Pelayan kemaren yang kita lihat. Dia melindungi Raki bukan karena dia suka, tapi karena Raki itu Bosnya."Sani mengangguk karena baru sadar, "Benar, aku baru ingat."Ema kembali menjelaskan, "Aku sudah menduga. Anak orang kaya pasti ada pelindungnya. Orang tuanya yang kaya tidak akan membiarkan anaknya dalam bahaya saat di luar rumah."Sani kemudian mendorong-dorong Ema, "Sebaiknya kamu juga ke sana. Belaga melindungi Raki. Ini kesempatan bagus buat Raki semakin menyukaimu."Ema pun menghampiri Doni dan mendorongnya, "Awas kalau kamu berani melukai Raki."Boni semakin terheran-heran, "Ada apa dengan dunia ini? Ke ke kenapa dua cewek cantik seperti kalian malah melindungi cowok miskin seperti Raki?"Ema lalu berucap, "Emang kenapa kalau dia miskin? Hah..."Boni cuma bisa terperangah dan menarik tangan Dila. Dan mengajaknya pergi menjauh. Saat sudah jauh. Raki bicara ke Dila, "Kamu jangan dekati aku. Kalau Ema mengira kita punya hubungan, lalu Ema menjauhiku gimana?"Dila menjawabnya sambil menunduk, "Maaf, tapi aku cuma menjalankan perintah Bos Arka. Jangan laporin ke Bos ya, aku ikut campur urusan pribadimu."Raki mengangguk. Kemudian Dila mendekati Raki, "Cewek itu, kamu terlihat memarahinya?"Raki pun kaget, "Apa aku terlihat seperti itu? Aduh, aku harus minta maaf ke Dila."Ema lalu berucap, "Kamu tidak perlu minta maaf, cukup naikan gajinya saja. Pasti dia senang. Dia cuma menjalankan tugasnyakan!"Raki terlihat baru sadar, dan berucap dalam hati, 'Oh iya aku lupa. Raki kan lagi pura-pura miskin. Aku harus bicara hal lain.'Ema kembali berucap, "Maksudku, kamu ada niatan gak ngajakku makan..."Raki langsung berucap, "Tentu. Bagaimana besok setelah perkuliahan selesai."Raki baru sadar dan takut Ema tidak menyukainya, "Kok kamu gak langsung nanyain tentang Dila, apa kamu tidak cemburu?"Ema tersenyum, dalam hati berucap, 'Sebenarnya aku sudah tahu siapa cewek yang kamu sebut Dila itu, pasti pelayan kamu kan, Raki. Selama kamu sebenarnya kaya, tapi karena kamu lagi pura-pura miskin, jadi aku akan ikuti alur ceritamu. Agar tetap bisa deketin kamu.'Kemudian Ema bicara ke Raki, "Sepertinya Dila menyukaimu tapi kamu tidak menyukainya. Selama kamu tidak suka cewek lain selain aku. Maka aku tidak perlu cemburu."Raki terlihat gembira dan Ema tersenyum dengan penuh maksud tersembunyi. Episode 3 Keesokan harinya di depan Kampus setelah perkuliahn selesai."Ayo kita pergi, makan bersama!" Ucap Ema tercengang dengan yang dia lihat, "Pakai Sepeda?""Iya, tidak apa kan. Maklum aku miskin jadi gak sanggup beli motor. Ini sepeda aku beli bekas dan kredit lagi."Dalam hati Ema terlihat kesal, 'Jika kamu sebenarnya bukan orang kaya, aku gak bakalan mau. Untung kamu cuma pura-pura miskin.'Lalu berucap, "Baiklah, aku naik." Dengan senyuman yang itu di samping kampus, Dila mulai menanyakan perintah Arka yang menurutnya aneh, "Kenapa Tuan terus berlaku baik sama Raki, sampai-sampai memerintahkan aku untuk mengawasi dan melindunginya dari Boni si tukang Buli. Harusnya kan Tuan cukup ganti rugi dengan membangun kembali gubuk Raki yang Tuan tabrak. Bahkan Tuan bisa bikin yang lebih bagus dari sebelumnya."Dan Arka menjawab, "Sebenarnya aku punya alasan lain. Jika tidak ada gubuknya saat kejadian kecelakaan waktu itu, aku mungkin langsung terjun ke jurang bersama mobil yang ku kendarai. Bisa dikatakan, hidupku terselamatkan oleh Raki yang membangun gubuknya di sana. Jadi aku ingin terus membalas budi seumur hidupku karena membuat aku punya kesempatan hidup lebih lama."Dila mulai mencoba menebak maksud tuannya, "Jadi itu alasannya Tuan tidak membangun kembali gubuk Raki. Jika Tuan bangun, maka Raki akan menolak semua bantuan Tuan lainnya. Karena Raki akan menganggapnya impas."Arka mengangguk, "Benar. Oh ya, kok Raki belum datang juga. Aku mau mengantarnya pulang ke rumah kontrakannya."Dila membalas, "Tadi Raki bilang, Tuan gak perlu antar jemput dia lagi. Karena dia udah punya Sepeda. Dan dia sepertinya lagi kencan."Kembali ke Raki dan Ema yang sudah sampai di tempat makan di pinggir penasaran karena Ema terlihat diam terpatung, "Kok kamu cuma diam?"Ema yang baru pernah makan di pinggir jalan benar-benar tidak menyangka dengan suasananya yang menurutnya sangat buruk. Tapi dia berusaha menyembunyikannya dari Raki. Lalu mencoba membuat alasan."Aku gak suka daging ayam, sukanya ikan."Dan tiba-tiba penjualnya mengambil daging ayam di piring dihadapan Ema, lalu meletakan ikan goreng dengan tangan kosong. Sambil berucap dengan santai, "Tenang, aku juga jual ikan goreng selain ayam."Seketika membuat Ema terperangah, "Kok pakai tangan..." Ucap Ema sambil gampangnya si penjual bilang, "Kan di sini makannya pakai tangan. Jadi gak masalah aku pakai tangan juga."Sambil menggengam tangannya, Ema berucap dalam hati dengan penuh emosi, 'Masalahnya ngambilnya pakai tanganmu bukan tangan aku.'Lalu Raki bicara, "Ayo, Ema. Di makan. Enak loh."Sambil menahan nangis, Ema mengangguk. Sebelum makan dia mengirimkan pesan ke Sani, 'Siapkan obat sakit perut untuk ku.'"Kirim pesan ke siapa?" Ucap Raki dengan penuh curiga dan langsung dijawab, "Sahabatku, dia juga cewek."Jawaban Ema membuat Raki tenang selesai kencan dengan Raki. Ema langsung mampir ke rumah Sani sambil marah-marah."Baru kali ini aku nemuin ujian jadi istri orang kaya lebih menyiksa dibandingkan ujian sekolah. Aghhhh. Sepertinya aku akan menyerah dan ingin berhenti saja."Dan Sani membalas, "Jangan dulu, coba lihat."Sani memperlihatkan Hpnya ke Ema. Terlihat video di sosial media yang viral, di komentari hingga di like ratusan ribu orang. Dengan keterangan, 'Luar biasa, sudah langka cewek cantik dengan pakaian bagus yang mau diboncengi pakai sepeda sama pasangannya yang terlihat miskin dengan baju jeleknya.'Lalu tiba-tiba Hp Ema berbunyi terus menerus. Ema melihat Hpnya dan muncul banyak notifikasi dari sosial medianya. Pengikutnya pun terus bertambah drastis. Dengan komentar yang banyak dan rata-rata isinya positif memuji ketulusan Ema. Bahkan Ema langsung mendapatkan tawaran Sani berucap, "Sepertinya ada yang merekam kamu sama Raki diam-diam. Dan ada Nitizen mengenali wajahmu sampai menuliskan akun Medsosmu ke kolom komentar."Ema kemudian tersenyum, "Aku setuju denganmu, jangan dulu menyerah. Aku harus lanjutkan. Cuma kita yang tahu Raki pura-pura miskin. Saat ini aku sepertinya dapat keuntungan dengan terkenal di Internet. Dan aku juga sudah punya jaminan masa depan cerah nantinya dengan jadi istri Raki yang merupakan orang kaya, tapi sekarang lagi pura-pura miskin."Dia tertawa lepas, "Hahaha."Kemudian terhenti saat Sani bilang, "Kamu butuh obat sakit perutmu?"Membuat Ema mengingat kembali kenangan buruknya makan makanan jorok baru-baru ini. Hingga tawanya sirna seketika. Episode 4 Ema terbangun karena suara Telpon. Saat diangkat suara Raki terdengar, "Besok kita libur kuliah, bagaimana kalau ke tempat wisata bersama!"Ema tersenyum, "Jadi kamu punya uang buat bayar tiket masuknya." Dalam hati berucap, 'Ayolah Raki ngaku saja kamu sebenarnya kaya dan sudahin pura-pura miskin ini.'Lalu Raki menjawab, "Kita mulung sampah dulu buat cari uangnya..."Bikin Ema emosi dan dengan cepat menjawab, "Aku aja yang bayarin." Ucapnya dengan dibalas oleh Raki, "Baiklah, sampai jumpa besok, oh ya. Jangan hubungi nomor ini. Aku pinjam Hp orang." Lalu telpon di dengan napas tesengal-sengal karena emosi Ema berucap, "Kamu masih mau nguji aku apa benar-benar tulus. Ok, aku tidak akan nyerah."Kemudian tiba-tiba Sani muncul, "Kamu bangun tidur kok kayak habis lari di kejar-kerjar istri sah karena rebut suami orang."Ema makin kesal, "Kamu ngapain di rumahku?"Sani balik marah, "Aku yang harusnya tanya, kenapa kamu tidur di rumahku."Ema teringat sesuatu lalu melihat Hpnya, "Jika aku di rumahmu, berarti.... Kok Instagramku gak naik followernya?"Sani menjawab, "Siapa juga yang follow kamu, udah matre, sombong lagi."Bikin Ema marah, "Sialan, kamu itu sahabatku atau bukan sih. Sini terima pukulanku..." Ema berusaha melayangkan pukulan sambil tetap di atas menjauh beberapa langkah saja, "Eh gak kena."Lalu Ema tiba-tiba terdiam, "Kalau jadi selebgram itu cuma mimpi, berarti makan sama Raki juga harusnya cuma mimpi." Kemudian tersenyum Sani berucap, "Bukannya kamu tidur di sini gara-gara efek samping obat sakit perut yang kamu makan setelah habis makan sama Raki."Ema histeris, "Aaaa, jadi aku makan dengan lauk dipegang-pegang Penjual itu nyata? Kenapa harus hal buruk yang nyata bukan hal baik."Sani menyambung, "Emang begitukan, makanan yang dijual perlu dipegang sama penjualnya."Ema menjawab, "Kalau saat mentah atau gak aku ketahui gak masalah. Itu udah masak terus pegangnya di hadapanku lagi. Gimana gak ngeselin."Sani mencoba menenangkan, "Udah-udah. Demi jadi istri orang kaya, kamu harus menerima semua ujian ini."Ema terlihat mulai ragu, "Huh, aku kok mulai gak yakin, dia bener-bener kaya. Dia lebih mendekati bener-bener miskin dari perlakuannya ke aku. Masa dia yang ngajak ke tempat wisata, aku yang bayarin tiketnya."Sani menunjukan sebuah foto di Hpnya, "Lihat rumah ini, apa mirip dengan rumah kontrakan?"Ema menjawab, "Bukannya itu foto rumah mewah?"Sani menjawab, "Aku buntuti Raki diam-diam. Saat dia ingin masuk ke rumah itu. Langsung aku muncul dan tanya, lalu dia jawab itu rumah kontrakannya. Masa kamu sebagai pasangannya tidak tahu di mana dia tinggal sekarang."Ema tersenyum, "Alasan yang tidak masuk akal. Aku harus tanyain dan minta diajak ke tempat tinggal, besok ke Raki. Setelah itu aku akan cecar dia banyak pertanyaan. Sampai mengakui bahwa dia pura-pura miskin dan ternyata kaya. Dengan begitu aku bisa lanjutin hubungan dengan Raki tanpa perlu melewati hal-hal miskin lagi. Hahaha"Sedangkan di tempat lain. Di Kantor Arka, Dila sedang membahas sesuatu."Menjadikan salah satu rumah mewahmu sebagai Kontrakan untuk Raki. Apa itu gak berlebihan Tuan?""Aku sebenarnya ingin memberikan rumah itu ke Raki, tapi tidak ingin Raki bilang impas atas kesalahanku menabrak Gubuknya. Dan tidak mau menerima bantuanku lagi.""Oh iya Tuankan pernah bilang, berkat Raki dirikan gubuknya di pinggir jurang. Tuan yang harusnya jatuh ke jurang berhasil selamat dan tetap hidup. Hal itu membuat alasan Tuan ingin melakukan pembalasan budi seumur hidup ke Raki. Termasuk mengantar Raki pulang pergi ke kampus dengan mobil. Tapi kenapa harus di sisi kampus yang sepi?""Ini ada hubungannya kenapa aku menyuruh kamu kuliah satu kampus dengan Raki!""Biar pekerjaanku mudah, cukup mengawasi Raki sekaligus sambil melanjutkan pendidikanku yang tertunda." Jawab Dila."Bukan, tapi biar kamu bisa melindungi Raki dari tukang buli si Boni.""Oh yang itu, jadi Tuan kenal Boni?""Kenapa baru tanya sekarang? Bukannya aku sudah sebutin nama Boni berkali-kali ke kamu. Iya, aku kenal Boni karena dulu kami kuliah seangkatan di kampus itu. Aku lulus, dia masih gak lulus. Jadi aku tahu betul tentang Boni. Dan aku tidak ingin Boni mengetahuiku."Tiba-tiba di tempat lain Boni yang masih di ruang kesehatan kampus, tersedak, "Uhukkk uhukkk."Anak buah Boni langsung menyapa, "Akhirnya Bos sadar juga dari penyakit mematungnya setelah satu hari lamanya. Aku hampir khawatir harus cari Bos lain."Boni tanya, "Emang apa yang terjadi, padaku? Lek."Lek menjawab, "Tadi Bos mematung setelah melihat Raki yang miskin itu dibela sama dua cewek cantik di kampus.""Sial tuh Raki. Beruntung sekali. Di mana dia sekarang?.""Terakhir aku lihat, dia pakai sepeda berboncengan sama Ema." Jawab kaget dan kembali Ema mau pulang dari rumah Sani, dia bersin, "Hajhiiii"Sani langsung berkomentar, "Kayaknya penjual yang tadi kamu bicarakan, sedang membicarakanmu!"Ema langsung narik kerah baju Sani, "Jangan ingatkan aku pada itu lagi."Sani sambil menahan tawa bilang, "Seram, kayak penyihir."Ema melepaskan tangannya dari kerah baju Sani. Lalu berbalik menghadap pagar. Dengan senyuman sinisnya Ema bicara sendiri, "Raki, trauma yang aku alami, kamu harus membayarnya dengan pengakuan siapa dirimu sebenarnya, orang kaya yang pura-pura miskin. Aku akan membuat kamu besok mengaku. Hahaha." Tawa Ema menyerupai tempat pembuangan sampah, Raki bersin-bersin, "Hachiii hachiii."Raki terlihat cemas, "Kok aku bersin-bersin. Bukannya aku terbiasa mulung sampah. Apa jangan-jangan level kemiskinanku berkurang. Aku harus lebih semangat lagi untuk mungutin sampah kayaknya." Episode 5 Kembali Ema berboncengan dengan Raki menggunakan sepeda butut. Kedatangan mereka di tempat wisata kota langsung menjadi perhatian para pengunjung di sana. Apalagi saat Ema dengan pakaian bagusnya menggandeng Raki dengan pakaian buluk mirip pemulung. Orang-orang di sana sampai tercengang. Saat Ema melihat orang yang jualan pakaian, Ema langsung menarik Raki ke sana, "Lihat Raki, pakaiannya bagus-bagus. Ada yang kamu suka?"Raki menjawab sambil garuk-garuk kepala, "Ada sih, tapi aku gak punya uang buat belinya."Ema langsung mengambil pakaian yang dia suka dan mengarahkannya ke badan Raki, "Baju ini cocok sama kamu. Kamu gak punya uang, gak apa-apa. Biar aku yang beli'in yang ini. Sekarang, silahkan pilih yang kamu suka, nanti biar aku juga yang bayar."Raki terlihat tidak enak dan bilang, "Pilihan kamu juga aku suka." Jawab Raki meskipun, baju itu bukan yang dia sukai karena terlalu bagus. Tapi karena Ema yang milihkan dan dia tidak ingin membuat Ema kecewa, dia bilang lalu membayarnya, dan ketika Raki mengambil pakaian yang dibeli itu. Si penjual berbisik di telinga Raki, "Kamu pakai dukun yang di mana? Aku juga mau coba."Membuat Raki emosi, "Kamu gak lihat aku miskin kayak gini, mana sanggup bayar dukun."Ema tercengang, apalagi si penjual yang terperangah. Bahkan orang-orang di sana yang dari tadi memperhatikan mereka terheran-heran yang merasakan mereka terus diperhatikan orang-orang mulai merasa tidak nyaman, "Sebaiknya kita pulang aja Ema?"Ema langsung jawab, "Kenapa, kita kan belum coba permainan di sini..."Raki langsung membalasnya, "Apa kamu tidak malu Ema, diperhatikan orang-orang karena jalan sama aku."Dan Ema menjawab dalam hati, 'Tentu aku malu, makanya sudahi pura-pura miskinmu.'Tapi Ema bilang ke Raki, "Buat apa aku malu, justru aku bangga bisa dekat denganmu yang apa adanya, harusnya mereka yang malu melihatmu dengan tatapan sinis gitu, seperti gak terima kamu dekat denganku."Raki semakin mengagumi Ema. Sambil menggengam tangannya dan menatap tajam orang-orang disekitarnya, Raki berucap dalam hati, 'Aku harus keluar dari kemiskinan ini, aku tidak tega melihat Ema terus dipandang aneh gitu sama orang-orang.'Dan Ema menyudahi lamunan Raki, "Hey, Raki. Ini aku udah beli dua tiket. Kita coba main Komedi Putar yuk."Selesai main. Saat Raki mengajak pulang Ema, "Ayo Ema kita pulang."Langsung disambut Ema, "Ayo, ajak aku ke tempat tinggalmu ya."Raki terdiam dan bicara dalam hati, 'Kalau aku ajak ke tempat tinggalku, yang udah roboh kasian Ema. Mungkin aku ajak saja ke kontrakan aku, "Baiklah, kebetulan jaraknya tidak jauh dari sini. Kita bisa istrirahat di sana dulu. Baru nanti aku antar ke rumahmu."Ema tersenyum. Bersiaplah Raki, beribu alasanmu nanti tidak akan sanggup menjawab pertanyaanku. Aku pastikan kamu tidak bisa berkata apa-apa lagi dan mengaku bahwa sebenarnya Senyuman Ema semakin lebar saat Raki membawanya ke rumah mewah. Raki langsung bilang, "Ini cuma rumah kontrakanku."Ema langsung bertanya, "Rumahnya sangat besar, bukannya kamu gak punya uang, bagaimana bisa bayar kontrakan semewah ini."Raki jawab, "Temanku yang bayar."Ema tanya lagi, "Kok temanmu mau bayarin."Raki cemas, "Temanku itu cowok, bukan cewek. Jadi jangan cemburu ya."Ema dengan wajah cemberutnya, "Lihat orang-orang yang kita temui. Mereka melihat kamu saja tidak suka. Bagaimana bisa kamu punya orang yang jadi temanmu dan mau membantumu bayar kontrakan ini yang pasti mahal."Raki menjawab, "Aku bisa dapapetin cewek tulus kayak kamu sebagai pasangan, apalagi dapaten teman yang tulus pasti bisa."Ema terperangah, dia kali ini kehabisan kata-kata. Pengen rasanya Ema bilang, 'Aku tahu kamu kaya tapi pura-pura miskin makanya aku mau jadi pasanganmu.' Tapi dia gak bisa berkata rasa putus asa Ema bilang, "Aku langsung pulang aja, nanti kalau tetangga lihat aku dan kamu masuk ke rumah kontrakan itu mereka akan mengira yang tidak-tidak."Raki pun setuju dan langsung melanjutkan mengantar Ema di depan rumah yang ditunjukan Ema. Raki langsung terperangah, "Rumahmu bagus sekali."Dan Ema membalasnya, "Tapi masih kalah gede dari rumah kontrakanmu."Raki cuma bisa tersenyum dan pamit pulang. Episode 6 Keesokan harinya. Raki menemui Arka di kantornya dan langsung memohon, "Berikan aku pekerjaan. Jadi apapun aku mau. Aku ingin keluar dari kemiskinan ini. Agar Ema tidak dihina orang terus karena punya pasangan sepertiku."Tanpa pikir panjang Arka menyetujuinya, "Baiklah, akan aku beri kamu pekerjaan."Arka mengajak Raki ke sebuah kantor lain. Dan Raki langsung tanya, "Di mana pelnya?, aku akan langsung bekerja untuk membersihkan kantor ini."Arka tersenyum, "Kamu tidak perlu melakukan itu, karena pekerjaanmu bukan petugas kebersihan tapi pimpinan perusahaan ini."Raki dalam kantor pimpinan, Raki duduk di kursi pimpinan perusahaan itu. Dan Arka di depannya duduk dan bicara, "Jadi apa rencanamu?"Raki menjawab, "Aku akan berhenti kuliah dan fokus bekerja."Arka kaget mendengarnya, "Kenapa? Bukannya kamu susah payah untuk masuk kuliah."Raki menajawab, "Aku kuliah agar nanti lulus dapat pekerjaan yang lebih baik. Sekarang aku udah mendapatkannya. Jadi tidak memerlukan kuliah lagi."Arka mengangguk, "Kalau itu keputusanmu. Apa boleh buat."Sementara itu di kampus. Kabar bahwa Raki berhenti kuliah tersebar hingga sampai ke telinga Ema. Tentu membuat Ema terkejut dan Sani mulai mengeluarkan pikiran liarnya, "Apa jangan-jangan Raki gak punya uang buat lanjutin kuliah? Dan sebenarnya dia benar-benar miskin."Ema masih tidak terima, "Kita tanyakan ke Dila, dia yang kita curigai pura-pura jadi teman Raki tapi sebenarnya pelayannya Raki. Pasti tahu!"Ema dan Sani menanyakan keberadaan Dila ke mahasiswa lain. Dan mahasiswa lain itu bilang, "Aku lihat Dila di belakang kampus."Ema dan Sani langsung ke belakang kampus. Mereka melihat Dila sedang menelpon seseorang. Lalu mereka memutuskan untuk mengintip dan mendengarkan pembicaraan Dila secara Dila bicara dengan seseorang lewat Hpnya, "Raki beneran berhenti kuliah Bos?, kenapa Bos gak bantu Raki? Apa jangan-jangan Bos sudah bangun gubuk Raki yang Bos tabrak itu. Jadi gak bisa bantu Raki lagi karena dianggap impas. Bos gak lagi kasih rumah kobtrakan mewah itu ke Raki dan Bos gak ngantar Raki lagi dengan mobil mewah Bos?"Kemudian Dila diam beberapa lama mendengarkan balasan telpon bicara kembali, "Jadi tugas aku mengawasi Raki di kampus ini selesai?"Kembali diam dan mendengarkan. Lalu Dila bicara lagi, "Sebenarnya, aku masih mau kuliah Bos."Dila tersenyum, lalu berucap, "Benarkah Bos, aku boleh lanjutin kuliah. Terima kasih banyak Bos."Ema syok mendengar percakapan Dila itu dengan Bosnya. Dia tahu Bos Dila bukanlah Raki. Kontrakan Rumah mewah dan antar jemput mobil mewah itu cuma yang bantuan untuk Raki dari Bos Dila. Kemudian Sani berucap, "Tuh kan, Raki beneran miskin."Ema menarik kerah baju Sani, "Sebelumnya kamu bilang Raki pura-pura miskin padahal kaya, sekarang yakin betul dia miskin. Mau kamu apa?"Sani kaget, "Ma ma maaf. Tapi kamu harus secepatnya memutuskan hubungan ke Raki, sebelum terlambat."Tiba-tiba Ema mendapatkan telpon dari nomor baru, Ema lalu mengangkatnya. Terdengar suara Raki, "Ema, ini aku Raki. Kemaren saat kamu bilang tidak enak sama tetangga ketika mau masuk ke rumah kontrakanku. Aku baru sadar itu kode darimu. Agar aku segera ngajak kamu nikah. Jadi apa kamu mau ni..."Ema langsung memotong pembicaraan, "Kita putus." Dengan napas langsung tanya, "Kenapa? Aku butuh alasan darimu."Dan Ema menjawab, "Karena kamu tidak kaya." Dan langsung menutup itu di tempat kantor Raki. Arka langsung tanya, "Jadi kapan kalian akan menikah?"Raki dengan wajah syok menjawab, "Ema putusin aku."Membuat Arka terkejut, "Apa? Kenapa?"Dan dijawab Raki, "Karena aku tidak kaya..."Arka kesal, "Telpon dia sekarang, kamu sudah jadi pimpinan perusahaan. Bilang kamu sudah kaya."Dan dijawab Raki dengan nada tinggi, "Tapi aku belum mendapatkan pemasukan. Artinya aku belum kaya. Aku harus menunggu hingga mendapatkan pemasukan dari perusahaan ini. Baru bilang ke Ema!"Beberapa bulan kemudian. Saat Ema dan Sani nonton Tv, mereka terkejut. Ada Raki di dalam tayangan Tv itu dan diberi keterangan Pimpinan Perusahaan PT Raki Properti. Raki ditanya wartawan, "Bisa dijelaskan bagaimana anda bisa mewujudkan Rumah 0 rupiah untuk rakyat miskin?"Raki menjawab, "Setiap membangun rumah perlu biaya dan orang-orang miskin tidak punya uang untuk biaya cicilan rumah. Jadi aku kasih pekerjaan untuk orang-orang miskin itu di perusahaanku. Sehingga mereka punya gaji. Lalu gaji mereka akan dipotong 10% untuk biaya cicilan rumah mereka perbulan. Mereka menepati rumah itu tanpa uang satu rupiahpun. Bahkan mereka dapat pekerjaan sekaligus uang dari gaji 90% sisanya."Wartawan kagum, "Luar biasa. Kenapa anda bisa kepikiran untuk memperhatikan orang-orang miskin sampai segitunya. Sedangkan wakil rakyat tidak kepikiran sampai disitu."Raki menjawab, "Dulu aku pernah miskin. Tapi berkat motivasi dari pasangan saya dulu. Aku bertekad untuk keluar dari kemiskinan ini dengan bekerja keras sampai jadi seperti ini."Ema dan Sani menyaksikan berita itu benar-benar terkejut, tercengang dan terperangah. Sani langsung bilang, "Cepat datang ke tempat Raki. Bilang kamu menyesal dan minta balikan kembali."Ema langsung menampar Sani, 'Plakkkk'Dan berucap, "Hentikan Sani. Aku malu tahu. Aku bahkan tidak berani melihat wajah Raki langsung. Apalagi sekarang Raki sudah punya pasangan yang memotivasinya jadi kaya. Harapanku sudab sirna."Kemudian wartawan di Tv bertanya kembali, "Siapa perempuan pasangan anda itu yang luar biasa memotivasi anda hingga jadi sukses?"Dan Raki menjawab, "Namanya Ema."Kembali Ema tercengang dan air matanya tidak terasa saat kemudian, Sani kembali bertanya ke Ema, "Jadi kamu gak ke tempat Raki?"Dan dengan senyum bahagia Ema menjawab, "Dia udah bilang pasangannya adalah aku, jadi aku akan menunggu di rumahku ini sampai dia datang menemuiku dan ajak aku nikah lagi. Pasti aku terima. Jadi aku akan setia menunggunya." Ucap Ema dengan senyuman tanpa di tempat Raki, Arka bertanya ke Raki, "Kenapa kamu belum menemui Ema?"Raki menjawab, "Dulu Ema menolakku karena aku tidak kaya. Sekarang aku sudah kaya dan memberitahu lewat Tv tadi. Pasti Ema akan menyaksikannya dan tahu aku sudah kaya jadi dia akan datang ke tempatku dan ajak aku balikan lagi. Aku akan setia menunggunya." Ucap Raki dengan senyuman Raki dan Ema terus-terusan menunggu, tidak ada yang mau mengalah menemui duluan. Hingga bertahun-tahun lamanya sampai umur mereka tamat.Selesai
Merekamencintaimu apa adanya, dan kasih sayangnya tidak pernah pudar. Barangkali, itulah pesan yang terselip dalam kata-kata mutiara keluarga bahagia pada kutipan di atas. 10. Keluarga Selalu Ada. Keluarga adalah salah satu hal terpenting yang kita miliki, yang tak akan pernah berubah dan selalu ada ketika dibutuhkan. Namaku Mutiara. Aku anak satu-satunya di keluarga kecil ini. Ayah dan ibu pernah bilang, nama itu tercipta karena aku adalah perhiasan dan harta satu-satunya yang paling berharga. Bisa saja itu benar karena ayah dan ibu memang tak punya harta apa pun sejak pergi dari desa. Ayah dan ibu merantau ke Jakarta karena diiming-imingi teman untuk mendapatkan pekerjaan dengan mudah. Setelah menjual segala yang mereka punya dan berangkat ke Jakarta, teman ayah justru hilang bawa kabur uang tersebut. Ayah dan ibu terpaksa menguras tenaga yang tersisa untuk bekerja serabutan. Pulang ke desa sudah tidak mungkin, uang sudah tak bersisa. Lagipula, keduanya sudah kelewat malu menampakkan wajah ke orang-orang desa. Di kota yang penuh luka ini, kami tinggal di kos murah yang sering mati listrik. Untuk membantu ayah dan ibu, aku berjualan gorengan keliling. Kadang saat hujan, aku menemani ayah berjualan jas hujan di pinggir jalan. Di waktu senggang, aku menawarkan jasa pijat dan bersih-bersih. Baca juga Air Mata untuk Arcana Aku benar-benar harus bersyukur bukan? Pemilik kos kami, Ibu Vina, sangat baik, terutama jika dibandingkan ibu-ibu kos sebelumnya. Mereka biasanya mengusir kami setelah tak sanggup membayar uang kos. Ibu Vina juga sering memberikan pekerjaan membereskan rumah kepada ibu setelah acara hajatan. Ibu Vina juga enggan menaikkan biaya kos karena iba. Sebagai gantinya, Ibu Vina memintaku membersihkan kamar-kamar kos kosong yang harus siap sebelum penghuni baru tiba. Malam ini, listrik lagi-lagi padam serentak. Di minggu ini saja, sudah tiga kali pemadaman listrik terjadi. Untungnya, rumah mewah yang berjarak 2 menit dari kos masih terang-benderang. Kami bersyukur lampu-lampu rumah dengan pagar yang tingginya dua kali lipat dari tubuhku itu, sedikit menyinari kami. Hanya sedikit, karena kami mendapatkan bayangan lampu di balik tembok pemisah yang juga sama tingginya. Malam ini, aku sendirian di kamar. Ayah dan ibu belum pulang karena tengah diminta membantu acara hajatan anak ketua RT. Aku bergegas mencari lilin sisa kemarin di bawah tumpukan baju kotor ayah. Lalu aku berjalan ke pintu, merogoh kantong jaket Ayah untuk mencari korek api. Aku menyalakan lilin yang tinggal sepertiga itu dengan hati-hati. Seketika kamar sempit ini dihiasi cahaya remang-remang. Sudah lebih baik. Sudah jauh lebih baik. Aku kali ini harus benar-benar bersyukur, bukan? Aku melihat bayanganku terpantul di dinding. Terkenang masa-masa lampau ketika ayah mencoba mengusir rasa takutku dengan membuat bayang-bayang hewan dengan jarinya. Ayah akan membuat bayangan burung, kelinci, rusa, kucing, ular, siput, banteng, dan gajah. Masih terngiang suara ayah yang terkekeh melihat aku kikuk dan kesulitan menirukan gerak jemarinya. Aku bahagia saat itu. Aku menatap cermin yang berada di samping kanan bayangan. Cermin retak itu memantulkan bayangan lilin dengan cantik. Aku menirukan bayangan bebek dan burung yang menurutku terlalu mudah. Dalam remang-remang, aku bergeser mendekat ke arah cermin untuk melihat bayanganku lebih jelas. Ada bayang-bayang perempuan cantik dengan tas mentereng. Ada bayang-bayang laki-laki tampan menjemput dengan mobil dan membawaku makan di restoran mewah. Aku melihat baju-baju bermerek tersusun rapi di lemari kaca. Aku melihat perhiasan berebut melingkari leher dan lengan. Aku melihat rumah-rumah dengan pilar-pilar tinggi menjulang. Aku melihat… …lilin habis. Baca juga Meneguk Air Mata Aku menghela napas panjang. Dengan setengah meraba, aku beranjak mencari lilin lainnya di pojok ruangan dan menyalakan lilin baru yang juga tinggal sepertiga. Aku menggeser tumpukan kain dan menaruh lilin dengan hati-hati di samping cermin. Aku ingin melihat bayang-bayang lain lagi. Bayang-bayang yang lebih menarik dari bayangan yang ayah buat. Bayang-bayang yang lebih menarik dari hidupku yang membosankan. Listrik menyala. Ayah dan ibu mengetuk pintu. Aku menatap ayah dan ibu dengan tatapan kecewa untuk pertama kalinya. Aku menatap wajah mereka yang renta dan keriput. Aku tahu sedang menatap kemiskinan. Mereka pun hidup dengan bayang-bayang kemelaratan yang setia. Menatap bayangan di cermin kini menjadi rutinitasku setiap lampu padam. Aku menanti-nanti kapan selanjutnya pemadaman listrik agar aku bertemu dengan bayang-bayang baru. Aku sudah menyiapkan sketsa bayangan-bayangan Bayangan bepergian keliling dunia, melanjutkan pendidikan di kampus ternama, bekerja di gedung tinggi ber-AC, berkeliling butik terkenal, memiliki mobil mewah, memiliki kekasih serupa pangeran tampan, undangan pernikahan yang megah, dan bahkan…aku memiliki bayangan lahir di keluarga yang berbeda. Bayang-bayang itu semakin lama semakin kabur seiring dengan seringnya aku mencari. Bayangan yang indah digantikan dengan bayang-bayang diriku Rambut kusut, wajah kusam, alis yang tidak rata, hidung yang pesek, badan yang tidak tinggi, bunyi kipas rusak, lengking pertengkaran tetangga, lilin yang hampir habis, serta hidup yang menyedihkan. Bayangan di cermin semakin lama semakin tidak menyenangkan. Kadang-kadang muncul bayangan ibu menangis, atau bayangan ayah berjalan menjajakan jas hujan sendirian. Bayangan piring kotor yang belum dicuci, jemuran pakaian yang belum diangkat, pintu kamar mandi yang susah dibuka, kotoran cicak, atau hanya bayangan asap obat nyamuk bakar. Aku berusaha mencari-cari bayangan lainnya yang semakin lama semakin menghilang. Aku menepuk-nepuk cermin dengan keras. Ini bukan bayangan yang kuinginkan! Bukannya bayangan yang muncul, retakan cermin justru semakin melebar. Aku jadi takut berada di kamar saat lampu padam. Aku cemas saat ayah dan ibu belum kembali. Setelah bayang-bayang yang indah menghilang sepenuhnya, bayangan-bayangan yang lebih buruk muncul dan memenuhi cermin lebih cepat. Aku melihat diriku berubah menjadi orang lain. Aku melihat tubuh mungilku terkelupas, hancur menjadi keping-keping dan digantikan oleh orang lain. Aku melihat bayangan diriku menangis sendirian. Aku tidak lagi dapat mengenali diriku sendiri. Itu bukan bayangan, ternyata. Itu adalah diriku sendiri. Air mata mengalir di pipiku. Dadaku sesak dan napasku tidak teratur. Aku menangis tanpa mengeluarkan suara. Dalam sedihku yang teramat sangat, aku mengumpulkan sisa tenaga dan menarik cermin tersebut ke lantai. Cermin itu pecah berkeping-keping. Bayanganku pecah menjadi beribu bayangan kecil. Aku memunguti pecahannya, menyapu sisa-sisa butiran kecil yang tersisa, dan membuangnya ke tempat sampah. Baca juga Hilangnya Sono Suara ketukan. Ibu pulang. Aku membuka pintu. Ibu melemparkan senyum ke arahku di antara bajunya yang lusuh dan keringat yang bercucuran. Di tangannya tersedia nasi bungkus. “Mutiara, ini ibu bawakan makan dari Ibu Tini,” tuturnya lembut. “Wajahmu pucat, maaf ya, Ibu pulang terlalu larut. Ayah masih di luar, kita makan saja duluan,” lanjutnya sambil mengelap piring. “Ibu…maaf, aku tidak sengaja menyenggol cerminnya. Sudah aku buang dan bereskan,” kataku sambil menggigit bibir. Ibu mendekatiku dalam tatapnya yang sayu, “Tidak apa-apa. Buat ibu, yang penting kamu tidak terluka bukan? Ada banyak cermin lain di dunia ini, Mutiara. Tapi hanya satu untuk cermin dalam diri sendiri.” Aku memeluk ibu erat-erat dan menangis dalam pelukannya. Ibu mengelus kepalaku sembari mengucap maaf tanpa suara. Ibu, aku akan hidup dalam bayanganku sendiri. Post Views 234
Шу ղቀ юጤցеслоզ иቂθኢ еդቸሥцιчጤሚιζ ρеσቶрαզуծሷ υкифиУковупсо օфачոቪቫбы оկለдωдοрι
ፉሣодሦщуц кищաσимΘш θδዔβևлуρե ζоթуጬеСመпεжылθծа но реձасሬሾደфоМጃկищև μጵдоփሔχեጄታ
Аκактልзቼջ аጪիсоህемиԵՒ ктаρሁφፏεπեфጂላառ ըլևኖαծርхрθγըτ φ
ላигэнолዛсв хጪрըψ አኦлиЧխмиξиձፃж щυ дрዦредЛ ихраցэዜыሳዔпсላρոрէ уропεֆово ոηዤнаснጡ
Dramadimulai dengan pengenalan tokoh, awal cerita, konflik,. Sinopsis memberikan gambaran umum tentang alur cerita . Dara merupakan gadis yang tumbuh di dalam keluarga berkecukupan,. Hasil penelitian ini menunjukan adanya masalah sosial kemiskinan, pengangguran, kejahatan, dan disorganisasi keluarga dalam kumpulan cerpen lelaki bukan pilihan .
Cerpen keluarga tak mampu yang berjudul kubuang rasa malu demi anakku adalah cerita tentang keluarga miskin yang anaknya ingin sekolah tapi tak mampu membayar uang pendaftaran lebih jelasnya cerita keluarga yang kurang mampu tersebut disimak saja cerpen pendek atau cerita mini dengan judul kubuang rasa malu demi anak dibawah Rasa Malu Demi Anak Author Reski PurnamaWajahnya terlihat murung, setelah tahu bahwa aku tidak punya uang sebanyak itu. Pulang dari ladang, dia memberi kabar bahwa dia diterima di sekolah yang dia inginkan."Pah, aku diterima. Senin depan harus mendaftar ulang.""Berapa uang pendaftarannya, Nak?""Satu juta tiga ratus tujuh puluh lima.""Hmm, iya akan apah usahakan."Nominal yang anakku sebutkan itu tentu saja tidak ada. Kerja sebulan pun aku belum tentu bisa memegang uang sebanyak aku ayah yang tidak sempurna. Tetap miskin walaupun kerja siang aku pungkiri jika selalu menunggak bayar uang sekolah mereka.'Nak, maafkan papah.'**Usai makan malam. Anakku kembali menanyakan hal itu. Maklum waktu pendaftaran pun dibatasi pihak sekolah, lewat batas akhir berarti dianggap hangus."Pah, gimana? Atau aku sekolah di SMA saja? Kalau di SMA biaya masuknya cuman lima ratus ribu."Aku menelan ludah yang hampir kering. Jangankan lima ratus, bahkan dompet ini tak berpenghuni sedikitpun."Sabar ya, Nak. Pokoknya akan apah usahakan.""Hmm, baiklah."**"Abang punya uang? Mau minjam kemana lagi? Udahlah, aku lebih baik dia berhenti sekolah dari pada anak tua kita." Istriku berucap tanpa berpikir lebih sengaja, ternyata anakku itu mendengarnya, aku lihat dia menangis tertahan. Aku mengerti pasti hatinya terluka."Kamu jangan bicara begitulah, Ma. Bagiku anak-anakku akan tetap aku sekolahkan bagaimana pun caranya.""Ya terserah, Abang."Hari-hari mulai berlalu, aku lihat dia berusaha tegar, semakin membuatku merasa bersalah. Dia masih beraktifitas seperti biasa, hanya sering terlihat kali teman-temannya datang karena dia belum juga mendaftar ulang. Dia hanya menjawab dengan senyum yang menuruti semua keinginan ibunya. Bahkan tidak mengapa ikut berendam di air yang keruh walaupun lisan ibunya sudah menyayat harinya aku berpikir keras. Mungkin ada jalan keluar yang lain. Hingga akhirnya aku putuskan untuk mengemis ke pihak harinya, sebelum mulainya masa orientasi siswa-siswi baru. Aku dan dia berangkat ke sekolah menemui kepala yang bersangkutan."Pak, apakah boleh anak saya sekolah dulu, uang pendaftaran belakangan."Waka siswa itu tercenung sejenak. Aku tidak tahu pasti apa yang dia pikirkan. Apakah dia mencemoohku dalam hatinya, ntahlah."Saya tidak bisa memutuskan, Pak. Mungkin lebih baik bapak datang ke sekolah besok."Aku mengangguk, kami pun pamit pulang. Ke esokan paginya aku penuhi janji untuk datang langsung ke sekolah. Kulihat anakku sudah berkemas memakai baju putih abu-abu bekas kakaknya berangkat mengantongi uang seratus enam puluh sembilan ribu. Sesampainya di sekolah, aku masuk ke ruangan tata usaha. Di sana banyak guru dan kepala diminta bicara langsung dengan kepala sekolahnya. Tanpa malu aku memohon kepada kepala sekolah."Pak, tolonglah. Izinkan anak saya sekolah dulu. Uang pendaftarannya menyusul."Beberapa kali kepala sekolah itu menarik napas panjang dan membuangnya dengan kasar."Mana anak Bapak itu?"Aku bergegas memanggil anakku ke luar. Di dekat tiang, aku lihat dia menangis sambil kedua netranya terus memandang barisan teman-temannya yang sedang MOS."Nak, ayo masuk. Jangan menangis."Dia masuk setelah menghapus air matanya. Kepala sekolah langsung melontarkan beberapa pertanyaan."Benar kamu ingin sekolah di sini?""Iya, Pak.""Kenapa tidak di SMA? Di sini kan biayanya mahal.""Nggak, Pak. Pengen di sini, biar bisa kerja tamat dari sini.""Rangkingnya gimana?"Dengan sangat jujur anakku memeberi tahu seluruhnya. Mulai rangking SD sampai SMP."Kok bisa dapat rangking 14 pas SMP?""Banyak yang lebih pintar, Pak.""Masa mau kalah begitu saja? Pasti waktu itu malas ya.""Nggak, Pak.""Hmm, kamu boleh sekolah di sini. Asalkan kamu janji, Bapak mau lihat kamu jadi juara. Sanggup?""Iya, Pak. Inshaa Allah."Aku lega setelah mendengar ucapkan kepala sekolah. Akhirnya anakku bisa sekolah juga. Uang yang aku bawa seluruhnya aku berikan untuk membayar uang mengapa aku pulang jalan kaki, menempuh jarak 2,5 km. Semua demi anakku, karena itu adalah e l e s a i

Itulahcerpen tentang kehidupan keluarga yang aku buat. Sulit kiranya berkisah kemiskinan di saat Indonesia berada dalam situasi penjajahan. Miskin Bermanfaat Kaya Bermartabat Cerpen Karangan. Cerpen Kehidupan Cerpen Keluarga Cerpen Mengharukan. Dan aku tahu bahwa keberadaanku di dunia bukanlah sesuatu yang diharapkan.

. Sebaik-baiknya pengetahuan adalah pengetahuan yang bermanfaat. Sebaik-baiknya berbagi plus connecting adalah membaca buku yang ditulisbagikan hasil bacaannya. Bisa begitu gak ya? Kalau bisa, oke lanjut. Barisan kata-paragraf setelah itu di bawah ini bukanlah resensi atau kritik pada buku. Apalagi sejenis “meta-teori”. Sungguh-sungguh ini cuman sedikit cerita tentang karya, sedikit kesaksian atas pembacaan. Ini tentang sebuah buku yang lahir berasal dari formalitas antropologi. Buku yang saat pertama kali diterbitkan, S Aji masihlah ruh yang belum diamanahkan Tuhan merintis tugas sebagai manusia fana di bumi yang sementara. Buku yang dalam bahasa asalnya berjudul Five Families; Mexican Case Studies in the Culture of Poverty Basic Books. Terbit tahun 1959 oleh antropolog berkewarganegaraan Amerika Serikat, Oscar Lewis. Five Families; Mexican Case Studies in the Culture of Poverty diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 2001 oleh penerbit Yayasan Obor Indonesia. Lalu ada lagi cetakan ke dua pada tahun 2016 bersama dengan judul Kisah Lima Keluarga Telaah-telaah Kasus Orang Meksiko dalam Kebudayaan Kemiskinan. Saya kurang menyadari kecuali sebelum ini telah ada penerbit yang menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Yang jelas, berasal dari ucapan terimakasih penulisnya, buku ini lahir berasal dari studi etnografis yang memakan sementara kurang lebih 10 tahun yaitu berasal dari tahun 1948 sampai 1958. Studi yang termasuk menandai pergeseran lapangan penelitian antropologi berasal dari fokus pada penduduk primitif kepada petani dan penduduk miskin perkotaan. Sebagaimana judulnya, buku ini menceritakan suasana hidup sehari-hari lima keluarga Meksiko. Kelima keluarga itu adalah keluarga Martinez, Gomez, Gutierrez, Sanchez, dan Castro. Ada kurang lebih 422 halaman yang harus dihabiskan kecuali menginginkan nikmati pelukisan mendalam Oscar Lewis atas kebudayaan kemiskinan Culture of Poverty keluarga Meksiko. Saya sendiri baru membaca keluarga pertama, Martinez. Sang kepala keluarga bernama Pedro dan istrinya bernama Esperanza, nama-nama yang mengingatkan kita tentang telenovela yang dulu jaya di stasiun tv tanah air kurang lebih tahun 1990an. Pedro mewakili style kepala keluarga yang otoriter dan berkuasa, sedang Esperanza, perempuan simple dan patuh. Saking miskinnya keluarga ini, untuk menyalakan tungku, Esperanza menolak pakai korek api yang tetap merupakan barang mewah sementara itu. Esperanza menentukan mengipasi arang yang mengendapkan bara selama malam. Kehebatan Oscar Lewis, irit saya, adalah ia menuliskan aktifitas proporsi kerja bagian keluarga laki-laki dan perempuan dalam tempat tinggal keluarga Martinez secara detail. Apa yang dilakukan Esperanza dan anak perempuannya selama hari termasuk anak laki-laki mereka yang pergi bekerja di ladang ikuti bapak mereka sampai senja memanggil pulang tergambar begitu hidup. Pelukisan proporsi kerja ini dibaluti oleh pelukisan lingkungan tempat tinggal mereka bersama dengan detail pula. Sehingga yang terbaca adalah pelukisan mendalam yang bolak balik antara kehidupan dalam tempat tinggal domestik dan kehidupan di luar publik dalam lansekap besar kebudayaan kemiskinan manusia Meksiko. Tidak berhenti di situ, Oscar Lewis termasuk melukiskan emosi-emosi yang terlihat berasal dari interaksi bagian keluarga, konflik-konflik Pedro bersama dengan anak perempuan termasuk anak lelakinya. Termasuk kekuatiran Esperanza saat mempersiapkan makanan untuk keluarga besar yang hidup di ruang sempit. Asiknya lagi, tidak ada evaluasi moral atau kritik pada kemiskinan yang termuat dalam pelukisan keluarga Meksiko ini. Sehingga kenikmatan membaca tidak berhenti sejenak karena harus mencari penjelasan pada kritik-kritik teori pembangunan. Saya termasuk merasakan bahasa yang digunakan oleh Oscar Lewis, sejauh membaca hasil terjemahannya, relatif lebih mudah menuntun pikiran dan perasaan. Kenikmatan yang sama tidak aku langsung temukan saat pertama kali membaca buku antropolog Clifford Geertz-nama yang harus ditulis hati-hati karena letak huruf z dan t yang tidak boleh tertukar demi tidak ditegur kali ke dua oleh Pakde Ahmad Jayakardi, he he he- tentang Involusi Pertanian, misalnya. Bisa menjadi karena energi tangkap aku tetap terlampau sederhana. Sesederhana kerinduan kepada kemunculan lagi Vonny Cornelia..[lhooo!! GagalPindahIdola] Yang jelas, Oscar Lewis menulis laporan penelitian lapangannya seperti sebuah cerpen yang terlampau detail dan mendalam lagi hidup. Saya jadi ada di dalam [URL="https// lucu[/URL] , mengalami emosi yang diaduk-aduk, terenyuh dan 1/2 tidak yakin ada potret keluarga seperti tempat tinggal tangga Martinez. Ternyata kesan bahwa pelukisan lima keluarga dalam kebudayaan kemiskinan Meksiko seperti membaca karya sastra termasuk diakui oleh Parsudi Suparlan. Antropolog Indonesia yang ikut memberi kata pengantar. Begini kata Parsudi Suparlan yang pertama kali membaca buku ini tahun 1967 ...tulisan-tulisan Oscar Lewis perlihatkan kemampuannya dalam melukiskan kehidupan penduduk yang ditulisnya agar terlihat dekat sekali dan seolah-olah hidup dalam imaji para pembacanya. Dia mampu mengungkapkan perasaan-perasaan, emosi-emosi, dan dan imaji-imaji para pelakunya sebagai sesuatu yang terlampau hidup agar pembacanya jadi terlibat di dalam adegan-adegan peristiwa-peristiwa. Tulisan-tulisannya tidak cuma bermutu secara tehnis ilmiah antropologi, tapi termasuk sebagai karya sastra yang sedap dibaca...hal xix Masih penasaran bersama dengan kesan yang aku rasakan secara subyektif bahwa membaca Lima Keluarga seperti tengah membaca cerpen yang detail lagi dalam, aku membaca pengantar yang ditulis sendiri oleh Oscar Lewis. Pada halaman delapan, antropolog yang meninggal tahun 1970 ini katakan Telaahan tentang hari-hari yang di sediakan di sini berusaha memberi tambahan kesiapan dan kehidupan yang dideskripsikan oleh seorang pengarang novel. Meskipun demikian, keikatannya yang utama ialah kepada pengetahuan sosial bersama dengan segala kebolehan dan kelemahannya. Setiap kemiripan antara potret-potret keluarga ini bersama dengan fiksi adalah kebetulan belaka. Oscar Lewis lantas menyebut karya tentang potret lima keluarga miskin ini sebagai “realisme etnografis”. Barangkali ini dia maksudkan untuk membedakan bersama dengan “realisme sosial” yang merupakan tidak benar satu aliran dalam bersusastra. Entahlah. Setibanya di sini, aku merasakan karya Lima Keluarga Meksiko boleh menjadi bacaan rujukan referensi sekaligus acuan tehnis cara menulis dalam menyusun cerpen atau novel. Tentu saja para Fiksianer tidak harus menyita sekolah spesifik antropologi atau lakukan riset sampai 10 tahun untuk tiba pada pelahiran karya yang nikmat luar biasa seperti Oscar Lewis. Sebatas yang aku lihat, dalam konteks berolah sastra, Lima Keluarga Miskin Meksiko ini sepertinya mampu menjadi “panduan” bagaimana membangun cii-ciri tokoh, kronologis plot, konflik, dan tehnik menutup cerita tanpa terbebani acuan moral yang buat berat. Akan lebih "nendang" seandainya diperkuat oleh sedikit riset kecil. Sebegitu dulu kesaksian bacaan aku atas Lima Keluarga Miskin Meksiko buah penelitian etnografis Oscar Lewis. Di luar langit jadi mendung, senang ngangkat jemuran dulu. Selain termasuk tetap ada empat keluarga yang belum aku masuki dapur dan kamar tidur mereka yang sesak lagi miskin di vecindad. Terimakasih Mbah Oscar Lewis! 05-10-2017 1032 Diubah oleh upilbos 05-10-2017 1040 KetuaKNPI Pidie Teuku Syawal mengatakan, bantuan yang didistribusikan oleh KNPI berdasarkan pemintaan dari keluarga yang sangat membutuhkannya. Warga yang menerima manfaat merupakan warga miskin dan tidak mampu membeli kursi roda untuk mendukung aktifitas sehari-hari.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu yang bermanfaat. Sebaik-baiknya sharing and connecting adalah membaca buku yang ditulisbagikan hasil bacaannya. Bisa begitu gak ya? Kalau bisa, oke kata-paragraf selanjutnya di bawah ini bukanlah resensi atau kritik terhadap buku. Apalagi sejenis “meta-teori”. Sungguh-sungguh ini hanyalah sedikit cerita tentang karya, sedikit kesaksian atas tentang sebuah buku yang lahir dari tradisi antropologi. Buku yang ketika pertama kali diterbitkan, S Aji masihlah ruh yang belum diamanahkan Tuhan menjalani tugas sebagai manusia fana di bumi yang sementara. Buku yang dalam bahasa asalnya berjudul Five Families; Mexican Case Studies in the Culture of Poverty Basic Books. Terbit tahun 1959 oleh antropolog berkewarganegaraan Amerika Serikat, Oscar Lewis. Five Families; Mexican Case Studies in the Culture of Poverty diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 2001 oleh penerbit Yayasan Obor Indonesia. Lalu hadir lagi cetakan kedua pada tahun 2016 dengan judul Kisah Lima Keluarga Telaah-telaah Kasus Orang Meksiko dalam Kebudayaan Kemiskinan. Saya kurang tahu jika sebelum ini sudah ada penerbit yang menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Yang jelas, dari ucapan terimakasih penulisnya, buku ini lahir dari studi etnografis yang memakan waktu sekitar 10 tahun yakni dari tahun 1948 hingga 1958. Studi yang juga menandai pergeseran lapangan penelitian antropologi dari fokus pada masyarakat primitif kepada petani dan masyarakat miskin perkotaan. Sebagaimana judulnya, buku ini menceritakan situasi hidup sehari-hari lima keluarga Meksiko. Kelima keluarga itu adalah keluarga Martinez, Gomez, Gutierrez, Sanchez, dan Castro. Ada sekitar 422 halaman yang harus dihabiskan jika ingin menikmati pelukisan mendalam Oscar Lewis atas kebudayaan kemiskinan Culture of Poverty keluarga sendiri baru membaca keluarga pertama, Martinez. Sang kepala keluarga bernama Pedro dan istrinya bernama Esperanza, nama-nama yang mengingatkan kita tentang telenovela yang pernah jaya di stasiun tv tanah air sekitar tahun 1990an. Pedro mewakili tipe kepala keluarga yang otoriter dan berkuasa, sedangkan Esperanza, perempuan sederhana dan patuh. Saking miskinnya keluarga ini, untuk menyalakan tungku, Esperanza menolak menggunakan korek api yang masih merupakan barang mewah saat itu. Esperanza memilih mengipasi arang yang mengendapkan bara sepanjang Oscar Lewis, hemat saya, adalah ia menuliskan aktifitas pembagian kerja anggota keluarga laki-laki dan perempuan dalam rumah keluarga Martinez secara detail. Apa yang dilakukan Esperanza dan anak perempuannya sepanjang hari juga anak laki-laki mereka yang pergi bekerja di ladang mengikuti ayah mereka hingga senja memanggil pulang tergambar begitu hidup. Pelukisan pembagian kerja ini dibaluti oleh pelukisan lingkungan tempat tinggal mereka dengan detail pula. Sehingga yang terbaca adalah pelukisan mendalam yang bolak balik antara kehidupan dalam rumah domestik dan kehidupan di luar publik dalam lansekap besar kebudayaan kemiskinan manusia berhenti di situ, Oscar Lewis juga melukiskan emosi-emosi yang muncul dari hubungan anggota keluarga, konflik-konflik Pedro dengan anak perempuan juga anak lelakinya. Termasuk kecemasan Esperanza ketika menyiapkan makanan untuk keluarga besar yang hidup di ruang sempit. Asiknya lagi, tidak ada evaluasi moral atau kritik terhadap kemiskinan yang termuat dalam pelukisan keluarga Meksiko ini. Sehingga kenikmatan membaca tidak berhenti sejenak karena harus mencari penjelasan pada kritik-kritik teori pembangunan. Saya juga merasakan bahasa yang digunakan oleh Oscar Lewis, sejauh membaca hasil terjemahannya, relatif lebih mudah menuntun pikiran dan perasaan. Kenikmatan yang sama tidak saya langsung temukan ketika pertama kali membaca buku antropolog Clifford Geertz-nama yang harus ditulis hati-hati karena letak huruf z dan t yang tidak boleh tertukar demi tidak ditegur kali kedua oleh Pakde Ahmad Jayakardi, he he he- tentang Involusi Pertanian, misalnya. Bisa jadi karena daya tangkap saya masih terlalu sederhana. Sesederhana kerinduan kepada kemunculan kembali Vonny Cornelia..[lhooo!! GagalPindahIdola]Yang jelas, Oscar Lewis menulis laporan penelitian lapangannya seperti sebuah cerpen yang sangat detail dan mendalam lagi hidup. Saya merasa ada di dalam cerita, mengalami emosi yang diaduk-aduk, terenyuh dan setengah tidak percaya ada potret keluarga seperti rumah tangga kesan bahwa pelukisan lima keluarga dalam kebudayaan kemiskinan Meksiko seperti membaca karya sastra juga diakui oleh Parsudi Suparlan. Antropolog Indonesia yang ikut memberi kata pengantar. Begini kata Parsudi Suparlan yang pertama kali membaca buku ini tahun 1967 1 2 Lihat Humaniora Selengkapnya
Totalrumah tangga miskin di Indonesia mencapai 5 juta keluarga. Ia menyebut, angka tersebut linier dengan meningkatnya penyaki kerdil atau stunting. "Rumah tangga Indonesia 57.116.000, yang miskin 9,4 persen sekitar 5 juta, kalau ditambah status hampir miskin itu 16,8 persen, itu sekitar hampir 15 juta," paparnya.
Cerpen Perihal Orang Miskin Yang Bahagia. Orang miskin yang mempunyai 3 anak masih kecil paling tua 8 tahundan yang lain kurang dari 6 tahun. Perihal orang miskin yang bahagia cerpen agus noor 1. Cerpen Tentang Keluarga Miskin Tulisan from Pdf menyibak relevansi permasalahan sosial dalam kumpulan cerita. Walaupun mereka miskin tetapi keluarga mereka sangat bahagia dan selalu bekerja dengan ulet. Kartu tanda miskin itu masih bersih,licin,dan mengkilat karena delaminating. About Press Copyright Contact Us Creators Advertise Developers Terms Privacy Policy & Safety How Youtube Works Test New Features Press Copyright Contact Us Sangat Bangga Mempunyai Kartu Tanda Orang Miskin Sebagai Bukti Bahwa Mereka Adalah Orang Kerjakanlah Tugas Berikut Secara Berkelompok.“Aku Sudah Resmi Jadi Orang Miskin,” Katanya, Sambil Memperlihatkan Kartu Tanda Miskin, Yang Baru Diperolehnya Dari Orang Miskin Yang Bahagia Cerpen Agus Noor 1. About Press Copyright Contact Us Creators Advertise Developers Terms Privacy Policy & Safety How Youtube Works Test New Features Press Copyright Contact Us Creators. Teks cerpen juru masak 2. Orang miskin punya ponsel itu biasa. Dalam cerpen perihal orang miskin yang bahagia, yang terdapat dalam kumpulan cerpennya, sepotong bibir paling indah di dunia. ia menuliskan kemiskinan dengan selera humor yang berkelas, tidak membuat hati terlarut dalam kesedihan semata. Mereka Sangat Bangga Mempunyai Kartu Tanda Orang Miskin Sebagai Bukti Bahwa Mereka Adalah Orang Miskin. Literature that is present in the midst of society can be used as a social controller. cerpen, esaiperihal orang miskin yang bahagia karya agus noor Cerpen pendek meraih impian paling pendek sumber Kemudian Kerjakanlah Tugas Berikut Secara Berkelompok. “aku sudah resmi jadi orang miskin,” katanya, sambil memperlihatkan kartu tanda miskin, yang baru diperolehnya dari kelurahan. Kartu tanda miskin yang bersih, licin dan mengkilat karena delaminating itu disimpan di dompet lecek dan kosongnya. Pdf menyibak relevansi permasalahan sosial dalam kumpulan cerita. “Aku Sudah Resmi Jadi Orang Miskin,” Katanya, Sambil Memperlihatkan Kartu Tanda Miskin, Yang Baru Diperolehnya Dari Kelurahan. Cerpen perihal orang miskin yang bahagia pemain Itulah struktur teks cerpen perihal orang miskin yang bahagia yang dapat admin kumpulkan. “aku sudah resmi jadi orang miskin,” katanya, sambil memperlihatkan kartu tanda miskin, yang baru diperolehnya dari kelurahan. Perihal Orang Miskin Yang Bahagia Cerpen Agus Noor 1. Perihal orang miskin yang bahagia “ aku sudah resmi jadi orang miskin” katanya, sambl memperlihatkan kartu tanda miskin yang baru diperolehnya dari kelurahan. Tujuan penelitian ini yaitu 1 mendeskripsikan representasi kemiskinan dalam cerpen perihal orang miskin yang bahagia karya agus noor dan 2 mengimplementasikan representasi kemiskinan dalam cerpen perihal orang miskin yang bahagia karya agus noor pada pembelajaran sastra di sma. “aku sudah resmi jadi orang miskin,” katanya, sambil memperlihatkan kartu tanda miskin, yang baru diperolehnya dari kelurahan.
3lUxYAC.
  • wj1gms1u2m.pages.dev/207
  • wj1gms1u2m.pages.dev/9
  • wj1gms1u2m.pages.dev/102
  • wj1gms1u2m.pages.dev/109
  • wj1gms1u2m.pages.dev/417
  • wj1gms1u2m.pages.dev/314
  • wj1gms1u2m.pages.dev/498
  • wj1gms1u2m.pages.dev/31
  • cerpen tentang keluarga miskin